Buka Lahan Ketahanan Pangan TMMD 120 Desa Atap, Bangkitkan Gairah Yang Pernah Hilang

 

NUNUKAN, SEMBAKUNG – Sejak tahun 2007, rutinitas petani di Desa Atap, Kecamatan Sembakung, Kanupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara tidak lagi ke sawah, karena petani sudah kehilangan sawah akibat bencana banjir datang silih berganti.

Banjir menghapus sawah setelah air sungai Sembakung yang yah hulunya di Talangkai, Sabah,  Malaysia, terus meningkat setiap tahun dan  melumpuhkan aktivitas pertanian dan perekonomian masyarakat, termasuk merusak lahan-lahan pertanian masyarakat Sembakung.

Hilangnya lahan pertanian dirasakan pula oleh Kepala Desa Atap, Tahir yang dulunya memiliki lahan pertanian setengah hektar terpaksa membiarkan sawahnya ditumbuhi rumput ilalang sejak tahun 2007.

“Semua lahan persawahan di Desa Atap sudah tidak aktif di tahun 2007 lalu, kalaupun ada paling 1 atau 2 hektar dan itupun tidak produktif,” kata Tahir pada Niaga.Asia, Jumat (0706/2024).

Bertani awalnya adalah warisan dari nenek moyang warga Sembakung. lahan-lahan pertanian di era tahun 1970 – sampai 1990 sangat menguntungkan. tidak sedikit petani membiayai sekolah anaknya hingga perguruan tinggi dari padi.

Namun sekarang, kejayaan sawah Sembakung tinggal kenangan. Bencana banjir yang dulunya datang tahunan berubah jadi bulanan, terkadang ketika musim penghujan, satu tahun bisa 3 sampai 3 kali banjir besar.

“Dulu luasan lahan sawah di sini sekitar 200 hektar dengan masa panen 6 bulan, sekarang semua lahan ditumbuhi rumput, jadi lahan mati,” ucapnya.

Dimasa aktifnya lahan persawahan, petani bisa membawa pulang hasil panen dengan luas lahan 5 hektar sebanyak 100 kaleng gabah. Ketika diolah, tiap 1 kaleng isi 10 kilogram menghasilkan 7 kilogram beras.

“Semenjak lahan pertanian ditutup, masyarakat beli beras dari kota Tarakan atau Nunukan, harga tentunya jadi mahal karena perlu ongkos transportasi,” bebernya.

Tidak hanya lahan persawahan, bencana banjir menghancurkan lahan perkebunan dan hewan ternak, masyarakat mulai meninggalkan lahan-lahan kebunnya karena mengalami kerugian besar tiap tahun.

Begitu pula hewan ternak bebek dan ayam, Tahir mengaku pernah memelihara bebek bertelur yang kemudian hilang percuma akibat kandang-kandang ternak dihantam banjir. Tumbuhan yang bisa bertahan hanya kepala sawit.

“Pernah kami pelihara bebek disini, ketika banjir datang dan kami sibuk mengurus barang-barang di rumah, bebek malah hilang entah kemana,” tuturnya.

Desa Atap merupakan desa pertama di Kecamatan Sembakung yang seiring waktu bertambahnya penduduk dimekarkan menjadi 10 desa. Desa Atap juga dikenal dengan sebutan desa paling sering terendam banjir.

Masuknya TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-120 Kodim 0911 Nunukan tahun 2024, di Desa Atap membawa harapan baru bagi petani kembali bersawah, sebab salah program TMMD adalah menyediakan lahan ketahanan pangan di lokasi baru.

Lokasi ketahanan pangan berada di kawasan relokasi pemukiman penduduk korban banjir yang untuk saat ini telah terbuka seluas 5 hektar. Lahan persawahan ini dipastikan aman dari bencana banjir yang selalu merendam Sembakung.

“Dilahan relokasi sudah kita pancing dengan pembukaan lahan pangan, nanti petani di Sembakung bisa lagi bercocok tanam,” tutur Dandim 0911/Nunukan Letkol (Inf) Albert Frantesca Hutagalung.

Lahan ketahanan pangan akan diperluas sesuai kebutuhan masyarakat di lokasi relokasi, begitu pula untuk pembangunan lahan kebun. Penyiapan lahan – lahan tersebut diharapkan bisa menarik minat penduduk menempati pemukiman baru.

“Kita belum tahu berapa luas keperluan lahan sawah dan kebun disana, Intinya, nanti masyarakat disana punya persedian pangan sendiri,” terangnya.